Benarkah UN kembali diadakan? Wacana mengenai kembalinya Ujian Nasional (UN) muncul setelah Kemendikbudristek dipecah menjadi tiga bagian kementerian.
Kini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dipecah menjadi kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset, serta Kementerian Kebudayaan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru dilantik, Prof. Dr. Abdul Mu’ti MEd menyatakan jika kebijakan pendidikan selama masa kepemimpinannya akan ditetapkan dengan penuh kehati-hatian. Hal ini termasuk dengan wacana kembalinya Ujian Nasional di sekolah dasar dan menengah.
Mengenai kemungkinan kembalinya UN berbasis komputer, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa hingga kini belum ada keputusan yang diambil terkait hal tersebut.
Sejak penghapusan Ujian Nasional (UN) pada 2021, sistem evaluasi pendidikan di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), menggantinya dengan Asesmen Nasional (AN).
Asesmen Nasional sendiri bertujuan menilai mutu pendidikan melalui pendekatan yang lebih holistik. Namun, isu mengenai kembalinya UN ini sempat mencuat kembali, memicu diskusi di kalangan masyarakat.
Isu Ujian Nasional Kembali Diadakan
Wacana kembalinya UN muncul dari beberapa pihak yang berpendapat bahwa UN memiliki keunggulan, seperti standardisasi penilaian nasional yang dianggap lebih adil dan terukur. Ada pula anggapan bahwa evaluasi berbasis ujian akhir membantu mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan pendidikan yang lebih tinggi.
Namun, pandangan ini bertolak belakang dengan alasan penghapusan UN sebelumnya, yakni agar siswa tidak hanya dinilai berdasarkan hasil ujian, melainkan juga proses belajar dan pengembangan karakter.
Sejarah Ujian Nasional
Cikal bakal Ujian Nasional dimulai pada tahun 1950-an dengan nama Ujian Penghabisan. Saat itu, ujian ini bertujuan mengukur kelulusan siswa di akhir jenjang pendidikan. Pada tahun 1965, Ujian Penghabisan berganti nama menjadi Ujian Negara, di mana kelulusan siswa sepenuhnya ditentukan oleh hasil ujian tersebut.
Namun, sistem ini sering menuai kritik karena dianggap kurang mencerminkan kualitas proses pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, pada tahun 1972, pemerintah mengubahnya menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Sistem ini memungkinkan sekolah memiliki peran lebih besar dalam menentukan kelulusan siswa, meskipun tetap ada standar nasional yang diterapkan.
Ujian Nasional Jadi Syarat Kelulusan
Pada tahun 2003, seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), EBTANAS digantikan oleh Ujian Akhir Nasional (UAN). Tujuan utamanya adalah memastikan kesetaraan mutu pendidikan di seluruh Indonesia. Pada 2005, nama UAN diubah menjadi Ujian Nasional (UN), yang berlangsung hingga 2020.
Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) pertama kali diperkenalkan pada tahun 2015 sebagai langkah modernisasi sistem evaluasi pendidikan di Indonesia. UNBK, yang juga dikenal sebagai Computer-Based Test (CBT), mulai diterapkan secara terbatas pada sejumlah sekolah yang telah memiliki fasilitas komputer memadai.
Pada tahun pertama pelaksanaannya, hanya sekitar 556 sekolah yang mengikuti UNBK. Sekolah-sekolah tersebut dipilih karena memiliki infrastruktur teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan ujian berbasis komputer. Tujuan utama dari pelaksanaan UNBK adalah untuk meningkatkan efisiensi, akurasi, dan keamanan dalam penyelenggaraan Ujian Nasional.
Dalam pelaksanaannya, UN menjadi syarat utama kelulusan siswa. Siswa diwajibkan mencapai nilai ambang batas tertentu untuk dinyatakan lulus. Meski demikian, kebijakan ini menuai banyak kritik, terutama karena dianggap terlalu menitikberatkan pada hasil akhir ujian dan menimbulkan tekanan psikologis bagi siswa.
Perubahan Ujian Nasional Menjadi Asesmen Nasional
Seiring berjalannya waktu, kritik terhadap UN semakin menguat. Para ahli pendidikan dan orang tua menilai bahwa UN tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan siswa secara menyeluruh. Fokus pada ujian kerap membuat siswa dan pengajar hanya berorientasi pada nilai akademik, mengabaikan pengembangan karakter dan keterampilan lainnya.
Puncaknya, pada 2019, Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengumumkan rencana untuk menghapus jalannya UN. UNBK terakhir kali diselenggarakan pada tahun 2019, sebelum akhirnya Ujian Nasional dihentikan secara resmi pada tahun 2021 dan digantikan oleh Asesmen Nasional.
Ujian Nasional resmi digantikan oleh Asesmen Nasional (AN), yang meliputi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter. Sistem baru ini dirancang untuk mengukur kemampuan literasi, numerasi, serta penguatan nilai-nilai karakter tanpa menentukan kelulusan siswa.
Dengan penghapusan UN, semangat transformasi pendidikan tetap dilanjutkan melalui sistem evaluasi yang lebih adaptif, seperti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK), yang dirancang untuk menggali potensi siswa secara lebih holistik.
Meski begitu, pelaksanaan UNBK menjadi tonggak penting dalam digitalisasi pendidikan di Indonesia, sekaligus memberikan pengalaman berharga bagi siswa dan tenaga pendidik dalam memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran.
(SS)